Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
Timbangan Islam
بسم الله الرحمن الرحيم
Hakikat
Perayaan Maulid
Perayaan
Maulid tidak pernah dilakukan oleh generasi awal Islam. Al Imam Ash Shakhhawi
mengatakan,
“Perayaan
maulid tidak pernah dinukilkan dari salah seorang pun dari dari salafus shalih
yang hidup di tiga generasi awal Islam, hanya saja perayaan ini dimunculkan
setelah masa tersebut.”
Kalau
bukan dari generasi awal Islam, lantas darimana perayaan ini berasal?
Asy
Syaikh Abdullah At Tuwaijiri dalam kitab beliau Al Bid’ah Al Hauliyyah
memaparkan bahwa yang pertama kali mengadakan perayaan Maulid adalah Bani Ubaid
Al Qadah yang menamakan diri mereka sebagai Fathimiyun. Mereka adalah pendiri
sekte sesat Al Baathiniyah yang berkuasa di Mesir sejak tahun 362 H.
Pada
saat itu Fathimiyun menetapkan sekurangnya ada 28 perayaan dalam setahun dan di
antaranya adalah perayaan Maulid Nabi shallallahu alaihi wasallam. Ini
menunjukkan kekeliruan banyak orang yang mengatakan bahwa orang pertama yang
menyelenggarakan Maulid adalah Shalahuddin Al Ayubi, pahlawan perang salib.
Jika
seandainya upacara peringatan maulid Nabi itu betul betul datang dari agama
yang diridhai Allah, niscaya Rasulullah menerangkan kepada umatnya, atau beliau
menjalankan semasa hidupnya, atau paling tidak, dikerjakan oleh para sahabat.
Maka ketika semua itu belum pernah terjadi, jelaslah bahwa hal itu bukan dari
ajaran Islam sama sekali, dan merupakan perkara yang diada-adakan (bid’ah), di
mana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sudah memperingatkan kepada
umatnya agar menjauhinya. Beliau bersabda,
أمَّا بَعْدُ ، فَإنَّ خَيْرَ
الحَديثِ كِتَابُ الله ، وَخَيرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ – صلى الله عليه وسلم
– ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ بِدْعَة ضَلالَةٌ
“Adapun
sesudahnya, sesungguhnya sebaik baik perkataan ialah kitab Allah (Al Qur’an),
dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
dan sejelek jelek perbuatan (dalam agama) ialah yang diada adakan, sedang tiap
tiap bid’ah itu kesesatan” ( HR. Muslim ).
Beberapa
Kemungkaran dalam Acara Maulid
1.
Banyak orang yang menyelenggarakan peringatan maulid terjerumus pada perbuatan
syirik, yakni ketika mereka menyenandungkan syair-syair:
يَا رَسُوْلَ اللهِ غَوْثًا و مدد يَا رَسُوْلَ اللهِ عَلَيْكَ
الْمُعْتَمِدُ
يَا رَسُوْلَ اللهِ فَرِّجْ كُرْبَنَا مَا رَآك الكرْبُ إِلا و
شرَد
Wahai
Rasulullah, kami bersandar kepadamu.
Wahai
Rasulullah, hilangkanlah derita kami.
Tiadalah
derita itu melihatmu, kecuali ia akan lari.”
Seandainya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mendengar senandung tersebut, tentu
beliau akan menghukuminya dengan syirik besar. Sebab permintaan pertolongan,
penyandaran, dan pembebasan dari segala derita adalah hanya kepada Allah
semata.
Allah
memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar mengatakan kepada
segenap manusia,
قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا
“Katakanlah,
‘Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatan pun kepada
kalian dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan’.” (Al Jin: 21)
Dan
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sendiri bersabda,
إِذَا سَأَلْتَ فَسْأَلِ اللَّهَ ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ
فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
“Bila
kamu meminta, mintalah kepada Allah dan bila kamu memohon pertolongan, maka
mohonlah pertolongan kepada Allah.” (HR. At Tirmidzi, hadits hasan shahih)
2.
Mengadakan syariat baru yang tidak diizinkan oleh Allah
Karena
tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan tidak
pernah pula dilakukan oleh generasi awal Islam, maka orang yang merayakan
Maulid sesungguhnya telah mengada-adakan syariat baru. Di dalam Al Quran, Allah
ta’ala telah melarang perkara ini,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ
يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah
mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka
agama yang tidak diizinkan Allah?” (Asy Syura: 21)
3.
Maulid Nabi adalah bentuk penghormatan yang berlebihan terhadap Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
Rasulullah
telah melarang kita untuk bersikap berlebihan terhadap diri beliau. Beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ تطروْنِيْ كَماَ أطرتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ
فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقَوُلْوا عَبْدُ اللهِ وَ رَسُوْلِهِ
“Janganlah
kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan
dalam memuji Isa bin Maryam. Hanya saja aku adalah seorang hamba, maka
katakanlah ‘Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya.” (HR. Al Bukhari)
4.
Maulid Nabi adalah perbuatan meniru orang-orang kafir
Orang-orang
Nasrani merayakan hari kelahiran Isa Al Masih, demikian pula mereka merayakan
hari ulang tahun sanak famili mereka. Dan dari tradisi mereka inilah kaum
muslimin mengambil bid’ah Maulid ini. Mereka merayakan maulid sebagaimana
orang-orang Nasrani merayakan maulid Isa Al Masih. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam telah memperingatkan,
مَنْ تَـشَـبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa
menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Daud )
5.
Seringkali dalam peringatan maulid itu mereka bergadang hingga tengah malam
sehingga para peserta pun meninggalkan shalat shubuh secara berjamaah, atau
malahan meninggalkan shalat shubuh.
6.
Harta yang dihabiskan untuk perayaan maulid untuk dekorasi, lampu hias, hiburan
musik dan untuk kebutuhan lainnya cukup banyak. Ini adalah bentuk penyia-nyiaan
harta yang dilarang oleh agama.
Dan
masih banyak kemungkaran-kemungkaran yang lain yang bisa kita temukan di dalam
perayaan ini.
Kerancuan
para Penganjur Acara Maulid
Apabila
di antara kita ada yang memperingatkan saudara-saudara kita tentang bid’ahnya
acara maulid, biasanya mereka akan menangkis dengan jawaban-jawaban. Jawaban
ini muncul dari beberapa syubhat (kerancuan) yang dilontarkan oleh para
penganjur acara maulid. Di antaranya adalah:
1.
Banyak kok orang yang ikut merayakan, bahkan di antara mereka tokoh masyarakat
dan tokoh agama
Mungkin
ini jawaban yang akan dilontarkan pertama kali. Maka kita jawab bahwa patokan
standar kita dalam beragama adalah Al Quran dan As Sunnah, bukan ucapan
orang-perorang atau karena menuruti kebanyakan manusia.
Di
dalam Al Qur’an Allah berfirman,
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ
سَبِيلِ اللَّهِ
“Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (Al-An’am: 116)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ أمرُنا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
yang beramal dengan sebuah amalan yang bukan dari ajaran kami maka amalan itu
akan tertolak.” (HR. Al Bukhari Muslim)
Sahabat
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ إِنْ
رَآهاَ النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap
bid’ah adalah sesat, meskipun oleh manusia hal itu dianggap sebuah kebaikan.”
2. Ini sudah menjadi
adat istiadat kita
Kerancuan
selanjutnya, sebagian orang mengatakan bahwa hal ini sudah menjadi adat
istiadat di tengah masyarakat, maka kita pun ikut melestarikannya. Maka kita
jawab bahwa tidak semua hal yang telah menjadi adat istiadat itu perlu dilestarikan.
Adat istiadat kita yang berkesesuaian dengan syariat seperti sopan-santun,
silaturrahim, dan gotong royong memang harus terus terus kita lestarikan.
Adapun yang tidak sesuai dengan syariat apakah akan kita kekalkan? Jawabannya
tentu tidak, dan harus kita tinggalkan.
3.
Memang ini Bid’ah, tapi ini Bid’ah yang hasanah, bid’ah yang baik
Ini
adalah anggapan yang keliru, karena Rasulullah telah menegaskan kepada kita
bahwa semua bid’ah itu adalah kesesatan walaupun kelihatnya baik. Beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَشّرُّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا
وَكُلًّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِيْ
النَّارِ
“Sejelek-jelek
perkara adalah perkara yang baru (dalam agama). Semua perkara yang baru dalam
agama adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah kesesatan, dan semua kesesatan
tempatnya di neraka.” (HR. An Nasa’i)
Kalau
ada bid’ah yang baik, kenapa Rasulullah menghukuminya dengan kesesatan? Bahkan
mengabarkan bahwa tempatnya ada di neraka?
4.
Ini adalah bentuk kecintaan kami kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
Kalau
memang begitu tujuan orang-orang yang merayakan maulid, maka kita katakan bahwa
cara mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah dengan mengikuti
tuntunan beliau dan menjadikan beliau suri tauladan, bukan malah menyelisihi
beliau.
Allah
berfirman,
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ
فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan
apa yang dibawa Rasul kepadamu, maka terimalah ia, dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah ia, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
keras siksaan- Nya.” (Al Hasyr: 7)
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam suri tauladan yang
baik bagimu, yaitu bagi orang orang yang mengharap (rahmat) Allah, dan
(kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab: 21)
Selain
itu rasa cinta kepada beliau juga bisa ditunjukkan dengan memperbanyak shalawat
kepada beliau. Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya
Allah dan Malaikat malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kalian atas Nabi dan ucapkanlah salam dengan penghormatan
kepadanya” (Al Ahzab: 56).
Dan
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا
عَشْراً
“Barang
siapa yang mengucapkan shalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat
kepadanya sepuluh kali lipat.” (HR. Muslim)
5.
Mereka mengatakan bahwa orang yang melarang maulid adalah orang munafik yang
tidak mencintai nabi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Sebagian
golongan mengatakan bahwa orang yang mengingkari peringatan Maulid Nabi adalah
orang munafik yang tidak mencintai nabi. Bahkan mereka membuat gelaran-gelaran
buruk bagi yang menyelisihi mereka semisal julukan Wahhabi, GAM (Gerakan Anti
Maulid) dan julukan-julukan jelek lainnya. Padahal pengingkaran terhadap maulid
nabi adalah amar ma’ruf nahi munkar yang diperintahkan oleh agama.
Allah
ta’ala berfirman,
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِناَتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيآءُ
بَعْضٍ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang mungkar.” (At Taubah: 71)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ رَأى مِنْكُمْ مُنْكَراً
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ، وَذَلِكَ أضْعَفُ الإيمَانِ
“Barangsiapa
dari kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaknya dia ubah dengan tangannya.
Apabila dia tak mampu, maka dengan lisannya. Apabila dia tak mampu, maka dengan
hatinya, dan ini adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Adapun
kecintaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah ditunjukkan dengan
seremoni semacam ini. Kecintaan kepada nabi hendaknya dengan meneladani beliau
dalam segenap aspek kehidupan sebagaimana yang telah disampaikan di atas.
Penutup
dan Nasihat
Demikianlah
sedikit paparan yang bisa disampaikan tentang pandangan Islam terhadap perayaan
maulid nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebelum kita akhiri, ada baiknya kita
sedikit merenung bahwa agama Islam ini sudah sempurna. Allah ta’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ
عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada
hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu
ni’matKu, dan telah Kuridlai Islam itu sebagai agama bagimu” ( QS. Al Maidah, 3
).
Sesuatu
yang sudah sempurna itu tidak perlu ditambah-tambahi. Perkara agama yang tidak
pernah diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga generasi
awal Islam jangan pula kita ada-adakan lalu kita amalkan. Marilah kita cukupkan
dengan mengamalkan apa yang diajarkan oleh beliau. Apakah semua tuntunan beliau
sudah kita amalkan dan kita merasa kurang sehingga perlu membuat syariat baru?
Jawabannya tentu tidak.
Wallahu
a’lam bisshawab, shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar