Assalamu
'Alaikum, Wr. Wb.
Syukron
sebelumnya, ustadz. Ana mau nanya bagaimana hukumnya kalau kita berjanji untuk
menikahi seorang akhwat tetapi janji itu belum juga terlaksana, sementara sang
akhwat sudah mendesak karena takut dengan fitnah-fitnah, sedang hal ini ana
belum membicarakannya dengan keluarga, utamanya orang tua. Apa yang sebaiknya
ana lakukan dalam hal ini, sebab ana juga sangat mengharapkan dia (akhwat)
tersebut hanya karena kendala waktu sehingga ana belum melaksanakannya.
Jazakallahu Khairan, Atas jawabannya. ana mohon saran dan jalan keluarnya.
Arief Affandhy
Jawaban:
Assalamu
'alaikum Wr. Wb.
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, washshalatu wassalamu 'ala Rasulillah, Waba'du
Berjanji itu
harus ditepati dan melanggar janji berarti berdosa. Bukan sekedar berdosa
kepada orang yang kita janjikan tetapi juga kepada Allah. Dasar dari wajibnya
kita menunaikan janji yang telah kita berikan.
Dan tepatilah
perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan
sumpah-sumpah itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah
sebagai saksimu . Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (QS
An-Nahl: 91)
Namun janji itu
hanya wajib ditunaikan manakala berbentuk sesuatu yang halal dan makruf. Sebaliknya
bila janji itu adalah sesuatu yang mungkar, haram, maksiat atau hal-hal yang
bertentangan dengan ketentuan syariat Islam, maka janji itu adalah janji yang
batil. Hukumnya menjadi haram untuk dilaksanakan.
Misalnya
seseorang berjanji untuk berzina, minum khamar, mencuri, membunuh atau
melakukan kemaksiatan lainnya, maka janji itu adalah janji yang mungkar. Haram
hukumnya bagi seorang muslim untuk melaksanakan janjinya itu. Meski pun ketika
berjanji, dia mengucapkan nama Allah SWT atau sampai bersumpah. Sebab janji
untuk melakukan kemungkaran itu hukumnya batal dengan sendirinya.
Janjian untuk
Menikah
Janji yang
diucapkan oleh laki-laki yang bukan mahram dan bukan dalam status mengkhitbah
itu tidak mengikat buat seorang wanita untuk menikah dengan orang lain atau
menerima khitbah dari orang lain. Karena itu baru sekedar janji dan bukan
khitbah.
Jadi di tengah
jalan, wanita itu syah-syah saja bila menikah dengan orang lain dengan atau
tanpa alasan apapun. Kecuali bila anda telah melamarnya secara syar'i. Karena
khitbah memiliki kekuatan hukum yang mengikat calon pengantin wanita.
Sebenarnya dalam
Islam tidak dikenal janji seperti itu karena memang tidak memiliki kekuatan
hukum. Jadi tidak ubahnya seperti pacaran dan janji-janji sepasang kekasih yang
kedudukannya tidak jelas. Janji untuk menikahi yang dikenal dalam Islam adalah
khitbah itu sendiri. Ini adalah sejenis ikatan meski belum sampai kepada
pernikahan. Begitu menerima dan menyetujui suatu khitbah dari seorang
laki-laki, maka wanita itu tidak boleh menerima lamaran orang lain. Meski belum
halal, tetapi paling tidak sudah berbentuk semi ikatan. Orang lain tidak boleh
mengajukan lamaran pada wanita yang sedang dalam lamaran.
Menurut hemat
kami, bila memang masih jauh untuk siap menikah, sebaiknya anda tidak usah
terlalu memberi perhatian dalam masalah hubungan dengan wanita terlebih dahulu.
Dan tidak perlu membentuk hubungan khusus dengan siapa pun. Nanti pada saatnya
anda siap berumah-tangga, maka silahkan ajukan lamaran kepada wanita yang menurut
anda paling anda sukai. Jadi lebih real dan lebih pasti.
Dan ketahuilah
bahwa para wanita umumnya lebih suka pada sesuatu yang pasti ketimbang
digantung-gantung tidak karuan. Atau diberi janji-janji yang tidak jelas apa
memang mungkin terlaksana atau hanya gombalisme belaka.
Wallahu a'lam
bishshawab.
Wassalamu
'alaikum Wr. Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar